Bercerita tentang masa lalu memang tidak ada habisnya. Semakin diingat, semakin dalam menyelam. Aku tahu, itu bukan hal baik. Apalagi, masa lalu yang cukup kelam. Aku tahu bahwa sebaiknya dipendam, dijadikan pelajaran. Sayangnya, aku tidak pandai membual, bahwa aku tidak benar-benar membuang.
Kisah pilu di masa lalu sangat beragam. Saat itu, usiaku masih diambang penuh harapan. Berbagai macam angan aku tanam, dan kekecewaan tumbuh dengan cara yang tak seragam.
Aku tidak tahu, kata apa yang tepat untuk mengungkapnya. Aku bodoh? Atau tidak sadar diri? Atau bahkan tidak tahu diri? Tapi yang jelas, menyalahkan diri sendiri bukan jalan terbaik. Bodohnya, aku melakukannya. Iya, dari banyaknya cara untuk mengambil pelajaran dari masa kelam, aku memilih sibuk untuk menyesal dan menyalahkan. Aku tahu, itu salah.
Aku tidak tahu persis, apakah Tuhan akan memaafkan? Siapa yang tidak tahu, bahwa Ia Maha Memaafkan. Masalahnya, apa pantas aku dimaafkan? Ah, aku begitu malu denganMu, Tuhan. Lupa kesalahan, seenaknya minta dimaafkan, dasar aku.
Tapi jika aku dimaafkan, Terima kasih, Tuhan. Engkau adalah satu-satunya alasan aku bertahan. Modal percaya bahwa Engkau satu-satunya yang tidak pernah berkhianat. Engkau satu-satunya harapan yang akurat. Lagi-lagi, terima kasih, Tuhan.