7/19/2018

Martabak, Kepiting, Merah

Tuhan, sore itu aku masih berfikir
Masih sulit untuk sekedar bersyukur
Karena aku belum mengerti arti tafakkur
Serasa sore itu cerita yang belum terukir

Aku bersama peri lain
Seakan menuntut keinginan yang berdesir
Layaknya anak kecil yang sungguh usil
Hanya ingin sebuah martabak dan kepiting

Tuhan, siapa ia sebenarnya?
Begitu tulus dan tabahnya
Setelah kulitnya berdarah-darah
Terlihat jelas warna merahnya

Aku menyesal tak menyadari suara roda berputar
Ia terlanjur melaju kencang
Aku tak sempat meniliknya
Karena aku asyik dengan makanan

Martabak manis rasa coklat
sore itu tak dapat kulihat
Hati terasa tersayat
Martabak tak lagi enak

Kepitingpun begitu juga
Kulihat bercak merah di atas wadahnya
Iya, kau tahu itu darah siapa?
Darah kasih sayang hanya untuk sebuah pengorbanan

Ia hanya membalas dengan senyuman
Ketika aku mencoba menengoknya
Berusaha tegar
Tak ingin membuatku ketakutan

Sore itu, martabak dan kepiting tak lagi jadi idaman...

Dhul_

Tidak ada komentar: