Hari ini aku terbangun
Fajar dari ufuk timur membuat tertegun
Sinar mentari mendadak menodongku
Mengingat mimpi semalam yang perih bagiku
Pria tinggi semampai
Bak ingin kuraih namun tak sampai
Ia terus berlari ibarat ingin merapuhkan diri
Ia tahu aku ingin membuntutinya berlari
Ia tinggi badan dan harapan
Ibarat dua samudera, kita dihadapkan
Seolah kita tak mampu menyeberangi lautan
Untuk saling berkorban
Ia berkata "Aku tidak bisa hidup tanpamu"
Aku membalas bahwa aku pun begitu
Dalamnya kalbu bak terisi dengan dirimu
Iya, kita terlalu terburu-buru saat itu
Sejenis api yang sudah membara
Hingga kita lupa siapa di balik semua
Seperti lara yang lepas terbuka
Berdarah, tapi kita bisa apa
Lautan benar-benar menghanyutkan
Kita terayun begitu pelan
Hingga asa menggebu di depan
Dan kita tak piawai mengendalikan
Dan kita belajar, untuk saling mengikhlaskan
Dhul_
3/24/2019
Rotasi
Jangan jangan kita lupa, ada hitam sesudah putih.
Ada lemah sesudah kuat. Ada sakit sesudah sehat.
Ada lupa sesudah ingat. Dan yang paling seram, ada mati sesudah hidup.
Aku tersadar bahwa hidup bukan perihal benar atau salah,
tetapi tentang pilihan. Terkadang berangan-angan yang bukan-bukan
akan menjadi bekas pahitnya harapan. Memilih pun perihal pasrah.
Kita ingat ada Tuhan yang Maha Kuasa. Pun kita jelas tidak bisa
semena-mena.
Belum banyak usiaku untuk disebut memiliki segudang pengalaman.
Tapi dari berjabat tangan dengan orang-orang, aku banyak belajar tentang sebuah pengorbanan. Ternyata pilihan pun bukan sekadar cuitan. Hidup bukan sekadar di pelupuk angan. Hidup bak rotasi yang terus berputar.
3/06/2019
Perihal Hidup
Hidup akan selalu berjalan
Pun nanti ada kematian
Sayangnya banyak yang kelupaan
Bahwa manusia sudah di penghujung penantian
Hidup tak sekadar mengomentari
Berbeda sedikit kita investigasi
Ingat, itu tugas polisi
Baik-baik perbaiki diri
Hidup itu rumit
Pergi saja harus pamit
Nyari kerjaan kadang sulit
Bisa saja nanti sakit
Hidup itu perihal pengorbanan
Bukan duduk yang nyaman
Juga perihal perjuangan
Agar hidup tidak pergi menjadi angan
3/04/2019
Payung dan Tawa
Sore itu memang sore biasa
Tidak ada yang istimewa
Hujan mengalir begitu derasnya
Petir pun tak mau mengalah
Sore itu hujan deras
Awan menggelap bak sudah petang
Seseorang sedang bahagia dengan cucunya
Hujan dan petirpun di terjang
Tapi ternyata sore itu mendadak begitu haru
Laki-laki itu membuka payungnya
Berlari-lari menyeberang dan menjemput cucunya
Jelas, itu cucu pertamanya
Ia seakan tak ingat usianya
Ia pun tak ingat bahwa ia sudah melemah
Tapi tawanya kian menjadi obat baginya
Pertanda ia sungguh bahagia
Aku ingat betul bagaimana tawanya
Apalah aku yang hanya melihat dari bilik kaca
Tapi sudah turut bahagia
Menyaksikan senyum merekah dari bibirnya
Dhul_
Tentang abah, yang selalu rindu cucu-cucunya.
Tidak ada yang istimewa
Hujan mengalir begitu derasnya
Petir pun tak mau mengalah
Sore itu hujan deras
Awan menggelap bak sudah petang
Seseorang sedang bahagia dengan cucunya
Hujan dan petirpun di terjang
Tapi ternyata sore itu mendadak begitu haru
Laki-laki itu membuka payungnya
Berlari-lari menyeberang dan menjemput cucunya
Jelas, itu cucu pertamanya
Ia seakan tak ingat usianya
Ia pun tak ingat bahwa ia sudah melemah
Tapi tawanya kian menjadi obat baginya
Pertanda ia sungguh bahagia
Aku ingat betul bagaimana tawanya
Apalah aku yang hanya melihat dari bilik kaca
Tapi sudah turut bahagia
Menyaksikan senyum merekah dari bibirnya
Dhul_
Tentang abah, yang selalu rindu cucu-cucunya.
Langganan:
Postingan (Atom)