12/06/2020

Dialog Sendiri

Kau dulu mimpiku Aku mulai merangkai kata demi kata tentangmu Semua yang kutulis adalah dirimu Kata-kata itu berubah menjadi kalimat per kalimat dan bait per bait Seluruhnya adalah ceritamu Aku mencoba menulis yang lain Perlahan menutup mataku tiap bayangmu menghampiri Yang benar saja, justru semakin jelas anganmu Aku mencoba berpindah latar untuk menulis Lagi-lagi kata demi kata itu menuju kerinduanku padamu Aku menulis lagi di kertas lain Dengan latar yang yang sunyi nun jauh Senyummu mengejarku, menghampiriku Aku tak lagi bisa mengelak Aku tuangkan semuanya lagi Bait-bait yang aku hindari Bayang-bayang yang tutupi Senyum-senyum yang aku tinggal pergi Tapi hanya aku pembacanya Kau tidak lagi ada di ruangan ini Berada di dalam dimensi yang lain Di dalam ruangan yang tak lagi sempit Aku sendiri

7/09/2020

Pagi yang Menyapa

Tentang pagiku hari ini. ia menyapa dengan cuaca yang bagus, mentari yang terang,angin sepoi yang sejuk. Sayangnya, terlintas ia membawaku pada kenangan buruk. ia memulai dengan menyelimutiku dengan rasa bersalah yang tak kunjung sembuh. Saat itu, si bungsu yang sedang jauh di negeri orang. Sangat jauh, hingga tak mampu melangkahkan kakinya kembali ke tanah asal. Tak mampu bersua dengan orang yang tersayang. Tak mampu melepas kepergian untuk terakhir kalinya, dan yang tak akan pernah kembali. Tentunya, saat itu yang tersisa hanya segenap kerinduan yang tak dapat diharapkan. Kerinduan yang tak akan pernah menemukan obatnya. Di mana rasa sesal itu? Yang hingga sekarang justru membuat dada terasa sangat sesak ketika mengingatnya. Harusnya aku lebih awal mempertemukan si bungsu dengan Abah lewat via telepon, sebelum matanya benar-benar tertutup rapat. Rasa sesal itu selalu hadir dalam angan sekaligus dengan bayangan raut muka si bungsu yang kesedihannya sangat mendalam. Aku kembali diam, merenung, sesak kembali. Aku tahu, itu bukan salahku. Ada Tangan Tuhan yang turut bercampur. Sebagai hamba yang hina, aku jelas hanya mampu menghibur diri, meski rasa sesal itu pun akan kembali dan kembali.

6/25/2020

Seperempat Abad Mendekat

Di usia menjelang 25 ini, aku benar-benar merasa hidup. Ada perasaan yang belum pernah hadir seperti sebelumnya. Ada rindu yang mencekam, berbeda dengan sebelumnya. Ada tekanan teramat, tak seperti sebelumnya. Dan ada dorongan semangat, tidak seperti sebelumnya. Perasaan itu beragam, seperti penasaran, rasa bersalah, kesedihan, bahagia, terkejut, hingga patah. Kerinduan itu bagai tusukan yang amat sakit, kerinduan yang hanya dapat dipertemukan dengan doa, kerinduan untuk dunia yang berbeda. Tekanan itu bagai tembus hingga tulang belulang, tak kuasa menampiknya. Dan dorongan semangat, yang giat datang hingga menarik simpul senyuman. Di tahun ini, banyak sekali yang harus aku ucapkan kepada diri sendiri, kepada Tuhan, kepada orang terdekat. Maaf, aku harus terpaksa banyak mengeluh, akibat terkejut yang berlarut. Tolong, Selalu ada di sisiku, percayai aku. Dan Terimakasih, telah percaya dengan segala kekuatan ini. Sekian.

4/27/2020

Na, Sebenarnya di sini Sudah Lama Gelap

Na, bumi sedang sakit

Aku juga tidak ingin menyalahkanmu

Para bedebah juga banyak yang rumit

Giat memperkeruh keadaan

Tertawa melihat rakyat yang semakin sekarat

Diguncang panik yang teramat

 

Na, sebenarnya di sini sudah lama gelap

Hanya saja masih banyak yang ramah

Gemar menyalakan cahaya

Sembari terus berharap baskara menyinarinya

Meski banyak juga yang kerap menggelapkan kembali

 

Na, jauh sebelum datangmu

Bumi sudah engap

Mengandung umat yang terlanjur tak berakhlak

Diusik tangan tak bertanggung jawab

Memberi makan egonya

 

Na, Corona..

Na..


(SELAMAT HARI PUISI NASIONAL 2020, di masa pandemi ini. Semoga segera pulih)


3/03/2020

Ayah telah pergi, Ma!

Terik Sang Bagaskara mulai meredup saat itu
Ia tampak ingin memberikan kabar angkasa
Aku merasakan detak jantungnya berhenti
Sosok yang sedang lemah tidak berdaya
Bumi mulai gelap, ingin ikut serta berbela sungkawa
Setiap mata mulai tak sanggup membendung
Beberapa rintihan mulai terdengar
Genggaman belahan jiwanya tak mampu untuk dilepas
Ayah telah pergi, Ma
Apakah kita mampu hidup tanpanya?
Mata sembabnya terus mengucurkan air matanya
Memandangiku, berusaha memeluk hatiku
Ia mendekat, memeluk, sesenggukan
Berusaha menguatkan
Saat ini..
Aku hanya punya mama
Mama hanya punya aku

2/14/2020

Kita Enggan, Tidak Peduli

Seringkali kita tidak sadar
Atau tidak mampu
Mengenali diri sendiri
Salah sangka
Yang baik dianggap tidak baik
Yang tidak baik terasa sangat baik
Sudah nyaman
Tidak sadar
Ada hati yang merasa perih
Ada atma yang turut memikirkan
Tapi kita lupa
Kita enggan
Tidak peduli
Bahu yang sudah disediakan
Kita hanya perlu bersandar
Tapi lagi
Kita enggan
Tidak peduli

12/31/2019

Tafsir Awan dan Hujan "2"

Bersandar pada dinding belakang
Menikmati syahdu malam
Dibalik kaca, menatap awan

Angin memberi kabar
"Hujan akan datang"
Awan turut menilik
Tersenyum menyimpan segala ungkapan
Menanam asa pada masa
Yang siap mendampingi
Selama tiga ratus enam puluh lima hari

"Malam ini, silahkan dipersiapkan", ucapnya
Tulis, ucapkan dalam dialog Sang Maha Agung
Ingat, jangan kau tancapkan ambisi dalam kesangsian
Lafalkan dengan keyakinan
Aku tersenyum, heran

Awan dan hujan berunding
Mereka tahu aku suka ragu
"Senyummu, mengiyakan sesuatu"
Ucapnya lagi
"Baik, aku akan berdampingan dengan masa", jawabku
"Ku katakan lagi, jangan banjiri kalbu dengan kesangsian, derasku tak seberapa"
Aku menyetujuinya

Kataku dalam batin
Lagi-lagi tafsir awan dan hujan
Dalam kemasan yang berbeda

Dhul_