Tuhan, sore itu aku masih berfikir
Masih sulit untuk sekedar bersyukur
Karena aku belum mengerti arti tafakkur
Serasa sore itu cerita yang belum terukir
Aku bersama peri lain
Seakan menuntut keinginan yang berdesir
Layaknya anak kecil yang sungguh usil
Hanya ingin sebuah martabak dan kepiting
Tuhan, siapa ia sebenarnya?
Begitu tulus dan tabahnya
Setelah kulitnya berdarah-darah
Terlihat jelas warna merahnya
Aku menyesal tak menyadari suara roda berputar
Ia terlanjur melaju kencang
Aku tak sempat meniliknya
Karena aku asyik dengan makanan
Martabak manis rasa coklat
sore itu tak dapat kulihat
Hati terasa tersayat
Martabak tak lagi enak
Kepitingpun begitu juga
Kulihat bercak merah di atas wadahnya
Iya, kau tahu itu darah siapa?
Darah kasih sayang hanya untuk sebuah pengorbanan
Ia hanya membalas dengan senyuman
Ketika aku mencoba menengoknya
Berusaha tegar
Tak ingin membuatku ketakutan
Sore itu, martabak dan kepiting tak lagi jadi idaman...
Dhul_
7/19/2018
7/17/2018
Tanpa judul
Sejuk pagi tak kurasakan
Hanya sebuah perjuangan yang mengingatkan
Yang kini terbaring, ah menyakitkan!
Tapi ia tetap begitu rupawan
Aku bak peri kecil
Bersama 3 peri lain
Ditambah 1 lelaki yang mungil
Ia memanjakan kami, manis sekali
Menilik sebuah kehidupan
Bagiku, sikapnya sebuah teladan
Kasih sayangnya sebuah kerelaan
Ikhlasnya membuat air mata berlinang
Ia lelaki yang tak muda lagi
Dulu hingga kini selalu berbagi
Menceritakan dengan senang hati
Menasihati benar-benar dengan hati
Aku dan peri lain saja yang kadang tidak mengerti
Maunya sesuka hati
Tak ingat bagaimana lelaki itu memeluk kami
Tapi kami suka lupa diri
Dan untuk lelaki yang sedang terbaring
Maafkan kami yang tak tahu diri
Sesuka hati ke sana ke mari
Tapi terlihat begitu tak peduli.
Dhul_
Hanya sebuah perjuangan yang mengingatkan
Yang kini terbaring, ah menyakitkan!
Tapi ia tetap begitu rupawan
Aku bak peri kecil
Bersama 3 peri lain
Ditambah 1 lelaki yang mungil
Ia memanjakan kami, manis sekali
Menilik sebuah kehidupan
Bagiku, sikapnya sebuah teladan
Kasih sayangnya sebuah kerelaan
Ikhlasnya membuat air mata berlinang
Ia lelaki yang tak muda lagi
Dulu hingga kini selalu berbagi
Menceritakan dengan senang hati
Menasihati benar-benar dengan hati
Aku dan peri lain saja yang kadang tidak mengerti
Maunya sesuka hati
Tak ingat bagaimana lelaki itu memeluk kami
Tapi kami suka lupa diri
Dan untuk lelaki yang sedang terbaring
Maafkan kami yang tak tahu diri
Sesuka hati ke sana ke mari
Tapi terlihat begitu tak peduli.
Dhul_
7/12/2018
Makna Hidup 2 (Orangtua)
Salam. :)
Ngga kerasa yaa tahun 2018 udah sampe pertengahan Bulan Juli.
Hari ini, aku mau berbagi cerita. Mengambil makna hidup yang diambil dari cerita orang tuaku.
Mungkin kalian sama kayak aku, tukang bantah kalo lagi dinasihtin orangtua.Awalnya menurutku sah-sah aja kalau seorang anak masih suka membantah di usiaku ini. Tapi lama kelamaan aku berfikir ini yang namanya kurang ajar nggak sih?
Logikanya kalau misalkan kalian dibantah atau dijutekin mulu sama temen, pasti habis kesabaran. Tapi orangtua bisa begitu gampangnya memaafkan coy selama itu masih wajar.
Jadi begini ceritanya.
Waktu itu aku lagi sering membantah kalau orangtua lagi nasihatin. Aku nggak paham kenapa suka banget emosi akhir-akhir ini. Aku shock banget kalau ternyata orangtuaku ada di puncak kesabaran. Beliau nangis sambil nasihatin sampai akupun ikut nangis. Aku, adik, mbak, di situ ikut nangis. Dalam keadaan itu aku masih terbawa emosi karena belum menerima seolah dipojokin. Well, butuh waktu cukup lama, aku merasa ini hal bodoh selama aku hidup 22 tahun di dunia. Baru kali ini aku bisa memaknai hidup dan menghargai hidup. Aku inget banget, salah satu orangtuaku cerita kalau di masa lalunya, beliau pernah salah ngomong ke ibunya. Beliau nggak pernah membantah dan selalu menutupi kesulitan dari ibunya yang waktu itu sedang sakit. Tapi waktu itu, beliau menanggapi cerita ibunya yang akhirnya beliau merasa jawabannya itu nggak perlu diuangkapkan. Kalian ingin tahu? Beliau menyesalnya sampai sekarang dan beberapa kali inget sebelum tidur. Gila nggak sih? Hanya gara-gara salah ngomong, menyesalnya sampai sekarang.
Jadi guys, dari situ aku memgambil kesimpulan. Berapa tahunpun kita hidup, nggak bisa semata-mata pakai logika sendiri. Hidup udah ada yang ngatur. Rezeki nggak melulu tentang duit. Ditemenin orangtua sampai segede ini dan bisa punya banyak cerita dari orangtua itu rezeki. Kalau kita masih suka ngeluh, itu nggak bersyukur.
Jadi saran buat temen-temen dan juga aku sendiri, jangan suka menghakimi kesalahan orangtua. Bagaimanapun, orangtua masih bnyak banget kebaikan yang nggak bisa disebutin satu persatu. Kita nggak sanggup membalas satu persatu juga. Ketika orangtua marah, yang dibutuhkan adalah kita mendengarkan dengan baik dan nggak membantah. Masalah setelah dinasihatin atau malah kita nggak ngejalanin, itu beda urusan lagi. Jadi pendengar yang baik dan belajar menahan emosi di depan orangtua itu sangat penting. Kalau dipikir-pikir, orangtuapun juga demikian. Dari kita masih bayipun, orangtua belajar sabar dan menerima keadaan kita. Maka dari itu, hargai waktu kalian bersama orangtua, bayangin yang sekarang udah nggak ada orangtua. Sejelek apapun sifat orangtua kita, tetep orangtua yang ngerawat kita tanpa kenal lelah. Kata umi aku juga, di Alqur'an surat Luqman pun udah dijelasin kalau sudah menjadi kewajiban kita menjaga dan menghargai orangtua apapun bentuk orangtua kita. Bahkan kalau orangtua nyuruh hal yang buruk, kita cukup tidak mengikuti perintah tersebut tapi tetep kewajiban kita menemani beliau. Begitu :)
Panjang bett dah. Semoga kalau ada yang membaca, nggak bosen ya dengan tulisan yang panjang dan semoga bermanfaat :)
Dhul_
Ngga kerasa yaa tahun 2018 udah sampe pertengahan Bulan Juli.
Hari ini, aku mau berbagi cerita. Mengambil makna hidup yang diambil dari cerita orang tuaku.
Mungkin kalian sama kayak aku, tukang bantah kalo lagi dinasihtin orangtua.Awalnya menurutku sah-sah aja kalau seorang anak masih suka membantah di usiaku ini. Tapi lama kelamaan aku berfikir ini yang namanya kurang ajar nggak sih?
Logikanya kalau misalkan kalian dibantah atau dijutekin mulu sama temen, pasti habis kesabaran. Tapi orangtua bisa begitu gampangnya memaafkan coy selama itu masih wajar.
Jadi begini ceritanya.
Waktu itu aku lagi sering membantah kalau orangtua lagi nasihatin. Aku nggak paham kenapa suka banget emosi akhir-akhir ini. Aku shock banget kalau ternyata orangtuaku ada di puncak kesabaran. Beliau nangis sambil nasihatin sampai akupun ikut nangis. Aku, adik, mbak, di situ ikut nangis. Dalam keadaan itu aku masih terbawa emosi karena belum menerima seolah dipojokin. Well, butuh waktu cukup lama, aku merasa ini hal bodoh selama aku hidup 22 tahun di dunia. Baru kali ini aku bisa memaknai hidup dan menghargai hidup. Aku inget banget, salah satu orangtuaku cerita kalau di masa lalunya, beliau pernah salah ngomong ke ibunya. Beliau nggak pernah membantah dan selalu menutupi kesulitan dari ibunya yang waktu itu sedang sakit. Tapi waktu itu, beliau menanggapi cerita ibunya yang akhirnya beliau merasa jawabannya itu nggak perlu diuangkapkan. Kalian ingin tahu? Beliau menyesalnya sampai sekarang dan beberapa kali inget sebelum tidur. Gila nggak sih? Hanya gara-gara salah ngomong, menyesalnya sampai sekarang.
Jadi guys, dari situ aku memgambil kesimpulan. Berapa tahunpun kita hidup, nggak bisa semata-mata pakai logika sendiri. Hidup udah ada yang ngatur. Rezeki nggak melulu tentang duit. Ditemenin orangtua sampai segede ini dan bisa punya banyak cerita dari orangtua itu rezeki. Kalau kita masih suka ngeluh, itu nggak bersyukur.
Jadi saran buat temen-temen dan juga aku sendiri, jangan suka menghakimi kesalahan orangtua. Bagaimanapun, orangtua masih bnyak banget kebaikan yang nggak bisa disebutin satu persatu. Kita nggak sanggup membalas satu persatu juga. Ketika orangtua marah, yang dibutuhkan adalah kita mendengarkan dengan baik dan nggak membantah. Masalah setelah dinasihatin atau malah kita nggak ngejalanin, itu beda urusan lagi. Jadi pendengar yang baik dan belajar menahan emosi di depan orangtua itu sangat penting. Kalau dipikir-pikir, orangtuapun juga demikian. Dari kita masih bayipun, orangtua belajar sabar dan menerima keadaan kita. Maka dari itu, hargai waktu kalian bersama orangtua, bayangin yang sekarang udah nggak ada orangtua. Sejelek apapun sifat orangtua kita, tetep orangtua yang ngerawat kita tanpa kenal lelah. Kata umi aku juga, di Alqur'an surat Luqman pun udah dijelasin kalau sudah menjadi kewajiban kita menjaga dan menghargai orangtua apapun bentuk orangtua kita. Bahkan kalau orangtua nyuruh hal yang buruk, kita cukup tidak mengikuti perintah tersebut tapi tetep kewajiban kita menemani beliau. Begitu :)
Panjang bett dah. Semoga kalau ada yang membaca, nggak bosen ya dengan tulisan yang panjang dan semoga bermanfaat :)
Dhul_
7/07/2018
Untuk yang telah tiada
Hari itu pernah ada
Saat suka menjadi duka
Tentang seseorang yang tak lagi membuka mata
Dan pasti untuk selamanya
Sedih aku tak dapat bersanding
Bak terhalang dinding
Aku rasanya susah berbaring
Fikiran seolah terbanting
Tentang seseorang yang telah tiada
Berkecamuk mengingatnya
Tapi harus ikhlas menerimanya
Yakin bahwa mereka bahagia
Kau tahu siapa mereka?
Yang baik hatinya
Kadang aku menyia-nyiakannya
Menyesal luar biasa
Berdoa satu-satunya cara
Untuk menyampaikan rindu yang menyiksa
Antara kehidupan abadi dan yang fana
Semoga mereka diterima di sisi-Nya
Allahummaghfirlahum 😢
(Mengenang orang terdekat yang lebih dulu menghadap-Nya )
Dhul_
Saat suka menjadi duka
Tentang seseorang yang tak lagi membuka mata
Dan pasti untuk selamanya
Sedih aku tak dapat bersanding
Bak terhalang dinding
Aku rasanya susah berbaring
Fikiran seolah terbanting
Tentang seseorang yang telah tiada
Berkecamuk mengingatnya
Tapi harus ikhlas menerimanya
Yakin bahwa mereka bahagia
Kau tahu siapa mereka?
Yang baik hatinya
Kadang aku menyia-nyiakannya
Menyesal luar biasa
Berdoa satu-satunya cara
Untuk menyampaikan rindu yang menyiksa
Antara kehidupan abadi dan yang fana
Semoga mereka diterima di sisi-Nya
Allahummaghfirlahum 😢
(Mengenang orang terdekat yang lebih dulu menghadap-Nya )
Dhul_
Langganan:
Postingan (Atom)