Di luar, ku dengar suara gemuruh
Jeruk peras hangat di depanku hanya kupandangi saja
Awan sedang murung mendung
Seolah akan meluapkan segala rasa, marah misalnya
Disusul hujan turun mengguyur
Membasahi alam nan indah
Dedaunan segar bak tertawa bahagia
Dan aku? Duduk dan terpekur tanpa tahu apa yang sedang mengoyak kalbu
Isak tangis tertuang dibalik derasnya hujan
Pelan-pelan berkelana menapaki memori lampau
Aku seolah diburu sesal, hingga sebal
Penyesalan menempati titik terendah sebuah hati
Iya, perasaan perih hingga paling menghunjam
Andai awan yang gelap dapat ditafsirkan
Bagai mata butaku saat itu
Saat aku berbalik arah,
tanpa melihat ke belakang, menatap matamu
Andai kata ingin menafsirkan derasnya hujan
Bagai penyesalanku terhadapmu
Dan aku ingin berkata
"Aku ingin berbagi dunia bersamamu"
Tentu kau akan menolaknya
Pun mentertawakannya
Sebab rinduku adalah tong kosong dihadapanmu
Tangisku ibarat gaduh dalam penatmu
Sesalku sebatas ilalang bagimu
Dhul_
12/26/2019
12/23/2019
Terbakar kesalahan
Kopiku tidak sempat aku habiskan
Berharap malamku hanyut dalam lelap
Aku luruskan badan, dan menutup mata pelan-pelan
Tercengang, mataku terbuka lebar
Kesalahan masa lalu kembali membakar
Berapi-api mendadak menyalahkan
Tanpa permisi, seolah langsung menghantam
Kepada hati, sejuknya malam semoga mendinginkanmu
Berdiskusi, hingga mampu memaafkan
Kita berada dalam satu ruang
Namun kau yang terdalam
Lagi-lagi berharap, kita akan hidup tenang
Berharap malamku hanyut dalam lelap
Aku luruskan badan, dan menutup mata pelan-pelan
Tercengang, mataku terbuka lebar
Kesalahan masa lalu kembali membakar
Berapi-api mendadak menyalahkan
Tanpa permisi, seolah langsung menghantam
Kepada hati, sejuknya malam semoga mendinginkanmu
Berdiskusi, hingga mampu memaafkan
Kita berada dalam satu ruang
Namun kau yang terdalam
Lagi-lagi berharap, kita akan hidup tenang
12/20/2019
Kenapa Menulis?
Kenapa dengan menulis?
Bagiku, menulis adalah bentuk menuangkan rasa
Menulis adalah upaya penyampaian makna tak kasat mata
Menulis adalah dunia kedua dari sekadar bertatap muka
Karena bagiku, pertemuan yang lebih penting dari sekadar menatap adalah sejenak dialog dengan kata-kata.
Bagiku, menulis adalah bentuk menuangkan rasa
Menulis adalah upaya penyampaian makna tak kasat mata
Menulis adalah dunia kedua dari sekadar bertatap muka
Karena bagiku, pertemuan yang lebih penting dari sekadar menatap adalah sejenak dialog dengan kata-kata.
Cerita Malam-Malam
Rasanya agak unik. Mudah sekali mengenali perangai yang apik. Namun, terkadang lupa untuk berdamai dengan diri sendiri. Lupa pula melirik penampilan diri sendiri.
Manusia seringkali dihadapkan dengan masalah-masalah. Berbagai perihal pelik diperdebatkan dengan cuma-cuma, hanya untuk membela yang belum tentu setia. Dan lagi, mereka lupa mengenali siapa dirinya.
Cukup tau, dermawan terhadap diri sendiri memang jauh lebih sulit. Tidak jarang, beberapa dari mereka membenci kehidupannya yang rumit.
Beberapa manusia juga sibuk untuk menemukan jati dirinya. Gagal, dan membenci lagi untuk kesekian kalinya.
Manusia seringkali dihadapkan dengan masalah-masalah. Berbagai perihal pelik diperdebatkan dengan cuma-cuma, hanya untuk membela yang belum tentu setia. Dan lagi, mereka lupa mengenali siapa dirinya.
Cukup tau, dermawan terhadap diri sendiri memang jauh lebih sulit. Tidak jarang, beberapa dari mereka membenci kehidupannya yang rumit.
Beberapa manusia juga sibuk untuk menemukan jati dirinya. Gagal, dan membenci lagi untuk kesekian kalinya.
11/19/2019
Dialog Manis Ayah
"Yah, aku masuk ke grub drumband. Aku dipilih jadi pemain pianika." Si putri kecil begitu bahagia dengan kabar diterimanya sebagai pemain "pianika", alat musik yang kebetulan ia gemari. Di rumah ia suka bermain dan belajar sendiri dengan alat musik bekas kakaknya dulu. Sayang, beberapa not sudah tidak berfungsi. "Yah, pianika punya kakak udah banyak yang nggak bisa. Kalau beli lagi bagaimana?", Kemudian ayahnya mengangguk, tanda mengiyakan.
Beberapa hari setelah hari istimewa si putri kecil, di bulan November. Saat itu ayahnya sedang disibukkan dengan pekerjaannya, hingga larut malam. Bisa jadi, si putri kecil tidak ingat lagi dengan apa yang ia idamkan. "Nak, tidurnya yang bener." Kemudian si putri kecil bangun dengan setengah kesadarannya, dan membenarkan posisi tidurnya. "Ini pianika baru, hadiah ulang tahun." Ucap ayah pada putrinya yang sempat terbangun karena melihat pianika barunya, kemudian memeluknya, lagi-lagi dengan setengah kesadarannya.
Beranjak dewasa, si putri kecil teringat betul dialog manis dengan ayahnya malam itu. Iya, ayahnya adalah sosok paling romantis tanpa mampu membungkusnya dengan sebuah frasa atau kata-kata. Dan ia sendiri sadar, bahwa ia adalah si kecil tidak tahu diri karena lupa untuk sekadar "berterima kasih".
Cerita mini yang diqiyaskan dari cerita masa kecil. Iya, "Selamat Ulang Tahun Abah. Terima kasih telah menjadi sosok romantis yang hangat." ❤️
Beberapa hari setelah hari istimewa si putri kecil, di bulan November. Saat itu ayahnya sedang disibukkan dengan pekerjaannya, hingga larut malam. Bisa jadi, si putri kecil tidak ingat lagi dengan apa yang ia idamkan. "Nak, tidurnya yang bener." Kemudian si putri kecil bangun dengan setengah kesadarannya, dan membenarkan posisi tidurnya. "Ini pianika baru, hadiah ulang tahun." Ucap ayah pada putrinya yang sempat terbangun karena melihat pianika barunya, kemudian memeluknya, lagi-lagi dengan setengah kesadarannya.
Beranjak dewasa, si putri kecil teringat betul dialog manis dengan ayahnya malam itu. Iya, ayahnya adalah sosok paling romantis tanpa mampu membungkusnya dengan sebuah frasa atau kata-kata. Dan ia sendiri sadar, bahwa ia adalah si kecil tidak tahu diri karena lupa untuk sekadar "berterima kasih".
Cerita mini yang diqiyaskan dari cerita masa kecil. Iya, "Selamat Ulang Tahun Abah. Terima kasih telah menjadi sosok romantis yang hangat." ❤️
11/10/2019
Rumit
Menjadi pribadi yang kuat, selalu terlahir dari ujian yang padat. Mana mungkin mampu tegar, tanpa melewati pagar kesabaran.
Hidup terkadang lucu. Ada orang-orang yang sibuk mengkhawatirkan, lantas yang dikhawatirkan enggan memperhatikan. Ada orang-orang yang kontinyu mendoakan, lantas yang didoakan malas tuk saling bertatapan. Ada orang-orang yang berjuang, lantas yang diperjuangkan menjauhkan diri dari peradaban.
Hidup serumit itu. Diperumit oleh manusia-manusia diluar nalar. Melulu berfikir tentang akal, lupa bahwa nurani pun turut menuntut haknya. Iya, merasa benar secara aqliyah belum tentu dibenarkan oleh lubuk hatinya.
Hidup terkadang lucu. Ada orang-orang yang sibuk mengkhawatirkan, lantas yang dikhawatirkan enggan memperhatikan. Ada orang-orang yang kontinyu mendoakan, lantas yang didoakan malas tuk saling bertatapan. Ada orang-orang yang berjuang, lantas yang diperjuangkan menjauhkan diri dari peradaban.
Hidup serumit itu. Diperumit oleh manusia-manusia diluar nalar. Melulu berfikir tentang akal, lupa bahwa nurani pun turut menuntut haknya. Iya, merasa benar secara aqliyah belum tentu dibenarkan oleh lubuk hatinya.
10/28/2019
Belajar dari Uang
Sore itu, kebetulan sekali
abah sedang tidak sibuk. Kurang lebih satu jam sebelum waktu maghrib tiba, ia
bercerita denganku dan adik-adikku. Antusiasnya dalam bercerita menggugah
semangat kami untuk terus mendengarkan dan bertanya banyak hal. Pengalamannya
yang beragam cukup membuat kami takjub, meskipun ada bagian-bagian yang hampir
setiap cerita, ia ulang-ulang. Namun, lantas hal itu tak membuat kami merasa
bosan.
Bagi kami, memiliki
kesempatan untuk ngobrol dengan abah adalah cukup sulit
dikarenakan kesibukan dan abah adalah orang yang tidak banyak berbicara.
Bercerita tentang pengalaman-pengalamannya di masa lalu tidak menafikan hikmah
dari cerita tersebut. Banyak pelajaran yang dapat dipetik. Rasa syukur, kagum,
sedih, dan bangga beradu menjadi satu. “Iya, abah memang pejuang”, kalimat itu
terbesit di dalam hati kami. Abah bercerita tentang masa kecilnya, bahwa
ditinggalkan oleh sosok ayah bukan satu-satunya hambatan untuk terus berjuang.
Memiliki delapan bersaudara dengan jarak usia yang terpaut jauh adalah
kenikmatan hidup tersendiri. Iya, abah adalah anak terakhir alias “bontot” di
keluarganya.
Selain masa kecilnya, abah
juga menceritakan pengalamannya saat berusia sekitar 40 hingga 50 tahunan yang
berada di lingkungan politik. Iya, saat itu abah adalah salah satu pejabat
perwakilan rakyat dan ketua dari salah satu partai. Ia juga sibuk di bidang
pendidikan. Kesibukan-kesibukan ini yang pada akhirnya, memiliki prinsip bahwa
waktu berkumpul adalah hal penting.
Cerita demi cerita ia
sampaikan, tibalah di bagian yang membuat kami bangga. “Uang politik ya untuk
politik. Abah nggak berani bawa ke rumah. Di rumah kan orang-orangnya lagi pada
menuntut ilmu. Makanya, kalau lagi dapat pesangon di luar gaji, ya dikembalikan
untuk kepentingan politik lagi”, jelas abah yang seketika membuat kami takjub.
Di tengah hiruk-pikuknya pejabat yang korupsi dan memperkaya diri, abah memilih
untuk neriman demi mengambil barokah.
Dari cerita tersebut,
secara tersirat abah mengajarkan kepada kami, bahwa uang adalah keperluan, tapi
tidak semata-mata kebahagiaan memerlukan uang.
Langganan:
Postingan (Atom)